Profil
Pesantren Al-Musyaffa’, pesantren yang secara informal telah mengajarkan berbagai macam kecakapan berbasis keagamaan khususnya dalam konteks tahsinul qur’an sejak tahun 90-an ini memiliki peran yang sangat penting di dalam masyarakat. Khususnya di wilayah kecamatan karangawen. Nama Al-Musyaffa’ di ambil dari nama salah sorang peletak dasar pondasi keagamaan di wilayah tersebut, yaitu KH. Musyaffa’ yang juga merupakan ayah dari K. Ali Mashar yang merupakan pendiri sekaligus pengasuh pesantren tersebut
Berawal dari ngaji Al-Qur’an secara rutin setiap hari oleh KH. Musyaffa’ (akrab dikenal Mbah Sapa’) yang diikuti oleh santri kalong dari berbagai desa di sekitar kecamatan Karangawen, Demak dan kabupaten Grobogan yang sudah berlangsung sejak tahun 1970an. Sebelumnya, santri-santri yang berasal dari luar kabupaten Demak ataupun dari luar pulau, nyantri dan ikut mengaji Mbah Sapa’ dengan ikut tinggal di beberapa rumah warga dan juga di rumah Mbah Sapa’ sendiri. Tidak hanya ikut tinggal, para santri tersebut juga ikut membantu kegiatan sehari-hari pemilik rumah seperti pergi ke hutan, sawah dan lain sebagainya. Kemudian ketika sore, malam dan sehabis subuh mereka mengaji secara rutin ke Mbah Sapa’.
Sepeninggal Mbah Sapa’ di tahun 1990, ngaji Al-Qur’an secara rutin tersebut kami lanjutkan sebisa mungkin di surau kecil peninggalan beliau. Lambat laun dengan banyaknya santri yang datang dan ikut mengaji di surau tersebut serta banyaknya santri dari luar kota bahkan dari luar pulau Jawa, pada akhirnya memunculkan inisiatif bagi kami untuk mendirikan sebuah gubuk kecil untuk tinggal bagi para santri tersebut. Sehingga, tanpa dinyana tempat yang dulunya hanya sebuah surau kecil ini, di tahun 1990 sudah sedikit akrab dianggap sebagai pondok pesantren bagi para santri yang datang untuk mengaji di tempat ini.
Setelah itu, beberapa kurun tahun terakhir tempat ngaji ini kami kelola semaksimal kami dengan mengedepankan pengajian Al-Quran dari berbagai jenjang, dari mulai anak Usia Dini dengan kurikulum menggunakan Iqra’ dan turutan (kitab fasholatan) sampai dengan pengajian Al-Qur’an sampai khatam bin-nadzor. Kami belum memikirkan bentuk pesantren secara formal yang sah dan diakui secara formal oleh Negara.
Baru di tahun 2010 dengan semakin banyaknya santri yang ngaji dan tinggal di gubuk kami, pada akhirnya timbul inisiatif untuk mendirikan lembaga yang secara sah diakui oleh negara. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk kontribusi kami bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam upaya mencerdaskan dan mendidik akhlak generasi bangsa sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kami. Kami mendaftarkan lembaga ini dalam bentuk yayasan yang kemudian diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Hingga sampai saat ini Pesantren Al Musyaffa’ telah memiliki arah yang jelas dalam pendidikan Al Qur’an. Saat ini, kami juga telah memiliki ustadz yang memiliki sanad keilmuan untuk mengajarkan dan memandu santri untuk menghafal Al Qur’an. Untuk santri putra diampu langsung oleh Gus Muhammad Zacky Muharrom yang memiliki sanad keilmuan tahfidzul qur’an dari KH. Arwani, Kudus. Kemudian untuk calon hafidzhoh diampu oleh Nyai Rif’ah yang mendapatkan sanad Al Qur’an dari KH. M. Marwan, Jragung dan Nyai Alifah yang bersanad langsung dengan KH. Muh. Dhofir, Grobogan.
Selain para pengajar Al-Qur’an yang memiliki sanad yang bersambung, Pesantren Al Musyaffa’ juga diampu oleh para asatidz dan asatidzah yang memiliki keilmuan yang mendalam baik dalam kajian kitab klasik maupun kontemporer. Salah satunya adalah Ning Lia Tsiqqoh yang merupakan lulusan dari Universitas Al-Azhar, Cairo.